Muhammad Yamin
Mohammad Yamin dilahirkan di Talawi, Sawahlunto pada 24 Agustus 1903. Ia merupakan putra dari pasangan
Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah yang masing-masing berasal dari Sawahlunto
dan Padang Panjang. Ayahnya memiliki enam belas anak dari lima istri, yang
hampir keseluruhannya kelak menjadi intelektual yang berpengaruh.
Saudara-saudara Yamin antara lain : Muhammad Yaman, seorang pendidik; Djamaluddin
Adinegoro, seorang wartawan
terkemuka; dan Ramana Usman, pelopor korps diplomatik Indonesia. Selain itu
sepupunya, Mohammad Amir, juga merupakan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Yamin mendapatkan
pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang, kemudian melanjutkannya ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta. Di AMS Yogyakarta, ia mulai mempelajari sejarah purbakala
dan berbagai bahasa seperti Yunani, Latin, dan Kaei. Namun setelah tamat, niat untuk melanjutkan
pendidikan ke Leiden, Belanda harus diurungnya dikarenakan ayahnya meninggal dunia. Ia
kemudian menjalani kuliah di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, yang kelak menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia), dan berhasil memperoleh gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) pada tahun 1932.
Mohammad Yamin memulai
karier sebagai seorang penulis pada dekade 1920-an semasa dunia sastra
Indonesia mengalami perkembangan.
Karya-karya pertamanya ditulis menggunakan bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatera, sebuah jurnal berbahasa
Belanda pada tahun 1920. Karya-karya terawalnya masih terikat kepada bentuk-bentuk bahasa Melayu Klasik.
Pada tahun 1922, Yamin muncul untuk pertama kali sebagai penyair dengan
puisinya, Tanah Air; yang dimaksud tanah airnya yaitu Minangkabau di Sumatera. Tanah Air merupakan himpunan puisi modern Melayu
pertama yang pernah diterbitkan.
Himpunan Yamin yang
kedua, Tumpah Darahku, muncul pada 28 Oktober 1928. Karya ini sangat penting dari segi sejarah, karena pada
waktu itulah Yamin dan beberapa orang pejuang
kebangsaan memutuskan untuk
menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa
Indonesia yang tunggal. Dramanya, Ken
Arok dan Ken Dedes yang berdasarkan sejarah Jawa, muncul juga pada tahun yang sama.
Dalam puisinya, Yamin
banyak menggunakan bentuk soneta yang dipinjamnya dari literatur Belanda.
Walaupun Yamin melakukan banyak eksperimen bahasa dalam puisi-puisinya, ia
masih lebih menepati norma-norma klasik Bahasa Melayu, berbanding dengan
generasi-generasi penulis yang lebih muda. Ia juga menerbitkan banyak drama, esei, novel sejarah, dan puisi. Ia juga menterjemahkan
karya-karya William Shakespeare (drama Julius Caesar) dan Rabindranath Tagore.
Pada tahun 1937, Mohammad
Yamin menikah dengan Siti Sundari, putri seorang bangsawan dari Kadingalu, Demak, Jawa Tengah. Mereka dikaruniai satu orang
putra, Dang Rahadian
Sinayangish Yamin. Pada tahun 1969, Dian
melangsungkan pernikahan dengan Gusti Raden Ayu Retno Satuti, putri tertua dari Mangkunegoro
VIII.
Karier politik Yamin
dimulai ketika ia masih menjadi mahasiswa di Jakarta. Ketika itu ia bergabung
dalam organisasi Jong Sumatranen Bond dan menyusun ikrah Sumpah Pemuda yang dibacakan pada Kongres
Pemuda II. Dalam ikrar tersebut,
ia menetapkan Bahasa
Indonesia, yang berasal dari Bahasa Melayu, sebagai bahasa nasional Indonesia. Melalui organisasi
Indonesia Muda, Yamin mendesak supaya Bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat
persatuan. Kemudian setelah kemerdekaan, Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi
serta bahasa utama dalam kesusasteraan Indonesia.
Pada tahun 1932, Yamin memperoleh gelar sarjana hukum. Ia kemudian bekerja
dalam bidang hukum di Jakarta hingga tahun 1942. Pada tahun yang sama, Yamin tercatat sebagai anggota
Partindo. Setelah Partindo bubar, bersama Adenan Kapau
Gani dan Amir
Sjarifoeddin, ia mendirikan Gerakan
Rakyat Indonesia (Gerindo). Tahun 1939, ia terpilih sebagai anggota Volksraad.
Semasa pendudukan Jepang (1942-1945), Yamin bertugas pada Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah organisasi nasionalis yang disokong oleh
pemerintah Jepang. Pada tahun 1945, ia terpilih sebagai anggota Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang BPUPKI, Yamin banyak memainkan
peran. Ia berpendapat agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam konstitusi
negara. Ia juga mengusulkan agar wilayah Indonesia
pasca-kemerdekaan, mencakup Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, Timor
Portugis, serta semua wilayah Hindia
Belanda. Soekarno yang juga merupakan anggota BPUPKI menyokong ide Yamin
tersebut. Setelah kemerdekaan, Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia yang pertama, dan Yamin dilantik untuk jabatan-jabatan yang
penting dalam pemerintahannya.
Setelah kemerdekaan,
jabatan-jabatan yang pernah dipangku Yamin antara lain anggota DPR sejak tahun 1950, Menteri Kehakiman (1951-1952), Menteri
Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (1953–1955), Menteri Urusan Sosial dan Budaya (1959-1960), Ketua Dewan
Perancang Nasional (1962), Ketua Dewan
Pengawas IKBN Antara (1961–1962) dan Menteri Penerangan (1962-1963).
Pada saat menjabat
sebagai Menteri Kehakiman, Yamin membebaskan tahanan
politik yang dipenjara tanpa
proses pengadilan. Tanpa grasi dan remisi, ia mengeluarkan 950 orang tahanan yang dicap komunis atau
sosialis. Atas kebijakannya itu, ia dikritik oleh banyak anggota DPR. Namun
Yamin berani bertanggung jawab atas tindakannya tersebut. Kemudian disaat
menjabat Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan, Yamin banyak mendorong
pendirian univesitas-universitas negeri dan swasta di seluruh Indonesia.
Diantara perguruan tinggi yang ia dirikan adalah Universitas Andalas di Padang, Sumatera
Barat.
Sewaktu menjabat sebagai menteri penerangan beliau
wafat. Yamin meninggal dunia di Jakarta dan dikebumikan di Talawi, sebuah kota
kecamatan yang terletak 20 kilometer dari ibu kota Kabupaten Sawahlunto,
Sumatera Barat. Sebagai seorang sejarawan, M yamin banyak menulis buku sejarah
dan sastra yang cukup di kenal diantaranya Gajah Mada (1945), Sejarah
Peperangan Diponegoro, Tan Malaka (1945) Tanah Air
(1922), Indonesia Tumpah Darahku (1928), Ken Arok dan Ken Dedes (1934), Revolusi
Amerika, (1951). Berdasarkan SK Presiden RI No.088/TK/1973, M yamin di
anugerahi gelar pahlawan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar