BIOGRAFI PANGERAN ANTASARI
Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin Pangeran Antassarie Gusti Inu KartapatiIa adalah
Sultan Banjar.Pada 14
Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan
Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul
Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa
wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.
Semasa muda nama beliau adalah Gusti
Inu Kartapati. Ibu Pangeran Antasari adalah Gusti Hadijah binti
Sultan Sulaiman. Ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran Masohut (Mas'ud) bin Pangeran
Amir. Pangeran Amir adalah anak Sultan Muhammad Aliuddin
Aminullah yang gagal naik tahta pada tahun 1785.
Ia diusir oleh walinya sendiri, Pangeran Nata, yang dengan dukungan Belanda
memaklumkan dirinya sebagai Sultan Tahmidullah
II Pangeran Antasari memiliki 3 putera dan 8 puteri.
Pangeran Antasari mempunyai adik perempuan yang bernama Ratu Antasari
alias Ratu Sultan Abdul Rahman yang menikah dengan Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam tetapi meninggal lebih dulu setelah
melahirkan calon pewaris kesultanan Banjar yang diberi nama Rakhmatillah, yang
juga meninggal semasa masih bayi.
Pewaris Kerajaan Banjar
Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar, beliau
juga merupakan pemimpin Suku Ngaju, Maanyan, Siang, Sihong, Kutai, Pasir,
Murung, Bakumpai dan beberapa suku lainya yang berdiam di kawasan dan pedalaman
atau sepanjang Sungai Barito.
Setelah Sultan Hidayatullah ditipu belanda dengan terlebih dahulu
menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dan kemudian diasingkan ke
Cianjur, maka perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari.
Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu
dari pewaris kesultanan Banjar. Untuk mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin
perjuangan umat Islam tertinggi di Banjar bagian utara (Muara Teweh dan
sekitarnya), maka pada tanggal 14
Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan:
“
|
Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah!
|
”
|
Seluruh rakyat, pejuang-pejuang, para alim ulama dan bangsawan-bangsawan
Banjar; dengan suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi
"Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin", yaitu pemimpin
pemerintahan, panglima perang dan pemuka agama tertinggi.
Tidak ada alasan lagi bagi Pangeran Antasari untuk berhenti berjuang, ia
harus menerima kedudukan yang dipercayakan oleh Pangeran Hidayatullah kepadanya
dan bertekad melaksanakan tugasnya dengan rasa tanggung jawab sepenuhnya kepada
Allah dan rakyat.
Perlawanan terhadap Belanda
Lanting Kotamara semacam panser terapung di sungai Barito
dalam pertempuran dengan Kapal Celebes dekat pulau Kanamit, Barito Utara
Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu
bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25
April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di
seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya
yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu
Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.
Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin
dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda
yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya
berhasil mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan
pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Berkali-kali Belanda membujuk
Pangeran Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap pada pendirinnya. Ini
tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20
Juli 1861.
“
|
...dengan tegas kami
terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan kami
berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan)... "
|
Dalam peperangan, belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang
mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden.
Namun sampai perang selesai tidak seorangpun mau menerima tawaran ini.
Orang-orang yang tidak mendapat pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia
Belanda:
1. Antasari
dengan anak-anaknya
2. Demang
Lehman
3. Amin
Oellah
4. Soero
Patty dengan anak-anaknya
5. Kiai
Djaya Lalana
6. Goseti
Kassan dengan anak-anaknya
Meninggal dunia
Monumen Perang Banjar yang dibangun
pemerintah Hindia Belanda untuk mengenang tentaranya yang tewas. Setelah berjuang di tengah-tengah rakyat, Pangeran Antasari kemudian wafat
di tengah-tengah pasukannya tanpa pernah menyerah, tertangkap, apalagi tertipu
oleh bujuk rayu Belanda pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan
Begok, Sampirang, dalam usia lebih kurang 75 tahun. Menjelang wafatnya, beliau terkena
sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya setelah terjadinya pertempuran di
bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan. Perjuangannya dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Muhammad Seman.
Setelah terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai Barito,
atas keinginan rakyat Banjar dan persetujuan keluarga, pada tanggal 11 November 1958 dilakukan pengangkatan kerangka Pangeran Antasari. Yang masih utuh
adalah tulang tengkorak, tempurung lutut dan beberapa helai rambut. Kemudian
kerangka ini dimakamkan kembali Taman Makam Perang
Banjar, Kelurahan Surgi
Mufti, Banjarmasin.
Pangeran Antasari telah dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional dan
Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK No. 06/TK/1968 di
Jakarta, tertanggal 27
Maret 1968.Nama Antasari diabadikan pada Korem
101/Antasari dan julukan untuk Kalimantan Selatan
yaitu Bumi Antasari. Kemudian
untuk lebih mengenalkan P. Antasari kepada masyarakat nasional, Pemerintah
melalui Bank Indonesia (BI) telah mencetak dan mengabadikan nama dan gambar
Pangeran Antasari dalam uang kertas nominal Rp 2.000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar